Jumat, 06 Januari 2012

Sedikit Mengenal tentang Nyamuk Aedes aegypti,,,


Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Afrika Timur, kemudian menyebar kearah timur dan barat, di daerah tropis dan subtropis pada batas lintang 40¬o lintang utara dan 40¬o lintang selatan.
Nyamuk ini tersebar luas di daerah tropis dan subtropis di asia tenggara, terutama di daerah perkotaan. Penyebaran nyamuk kelingkungan pedesaan disebabkan adanya perbaikan sarana transportasi dan pengembangan sarana suplai air sampai kepedesaan.
Ketinggian dari pemukaan laut merupakan faktor yang paling penting bagi penyebaran nyamuk Aedes aegypti. Di India, nyamuk Aedes aegypti berada pada ketinggian 0 – 100 meter dari permukaan laut. Di negara negara asia tenggara penyebarannya hanya sampai ketinggian 1500 meter.
Daur hidup meliputi dari telur sampai dewasa : Nyamuk mengalami metamorfosis sempurna meliputi stadium telur-larva-pupa-dewasa selama pertumbuhan.
Nyamuk mempunyai perbedaan morfologi yang jelas disertai perbedaan biologi (tempat hidup dan makanan) antara tingkat muda dan dewasa. Telur sebanyak 30-300 butir diletakan satu persatu pada dinding pada tempat perkembangbiakannya dan akan menetas dalam 2-3 hari. Telur dapat bethan hidup dalam keadaan kering selama berbulan-bulan dan akan menetas jika terkontak air.
Telur menetas akan menjadi larva instar-1, selanjutnya akan mengalami 3 kali moulting yang akan tumbuh dan berkembang sampai dengan instar-4. Larva instar-4 akan mengalami ekdisis atau pupotion selanjutnya kan berkembang menjadi pupa.
Pupa merupakan stadium tidak makan dan sebagian besar waktunya dihabiskan dipeermukaan air untuk mengambil udara melalui terompet respirasinya. Periode pupa di daerah tropik selama 2-3 hari, sedangkan di daerah subtropik dapat mencapai 9-12 hari. Nyamuk dewasa setlah muncul dari pupa, beberapa hari kemudian akan mencari pasangan untuk melalukan perkawinan. Umur nyamuk betina 8-15 hari, nyamuk jantan 3-6 hari. Nyamuk betina menghisap darah manusia dan karbohidrat tumbuh-tumbuhan, sedangkan nyamuk jantan hanya menghisap sari tumbuh-tumbuhan saja. Diduga karbohidrat dari tumbuh-tumbuhan untuk sintesis energi untuk kehidupan sehari-hari, sedang darah manusia untuk reproduksi.

MORFOLOGI :
Telur berwarna putih saat pertama kali di keluarkan, lalu menjadi coklat kehitaman. Telur berbenuk oval, panjang kurang lebih 0,5 mm, dan di letakan di dinding wadah.
Telur menetas menjadi larva. Toraks larva nyamuk lebih lebar dari kepalanya. Kepalanya berkembang baik dengan antena dan mata majemuk, serta sikat mulut yang menonjol. Abdomen terbagi dalam 10 ruas dan hanya 9 ruas yang jelas, dan ruas terakhir dilengkapi dengan tabung udara (sifon) yang bentunnya silinder. Pada sifon terdapat satu pasang Subventratuft, dan pada perut ruas terakhir mempunyai sederet comb (gigi sisir).
Larva berubah menjadi pupa. Pupa nyamuk berbentuk koma, kepala dan torak menjadi satu membentuk sefalotoraks dengan sepasang trompet respirasi pada bagian dorsa. Jika ada gangguan pupa akan bergerak ke atas dan kebawah dengan gerakan yang menyentak-nyentak.
Pupa berubah menjadi nyamuk dewasa. Aedes aegypti dapat di bedakan dengan nyamuk lain dengan melihat ujung abdomen meruncing dan emmpunyai sersi yang menonjol. Bagian mesonotum terdapat rambut post spirakel. Corak putih pada dorsal dada Aedes aegypti berbentuk seperti alat musik harpa putih (WHO, 1999) sedangkan Aedes albopictus berbentuk lurus. Nyamuk mempunyai probosis berwarna gelap pada bagian kepala yang panjangnya melibih panjang kepala. Probosis nyamuk betina digunakan untuk menghisap darah, sedangkan pada nyamuk jantan hanya untuk bahan-bahan cair seperti cairan tumbuhan dan buah-buahan. Palpus terdapat dikiri ndan kanan probosis yang terdiri atas 5 ruas dan sepasang antena yang terdiri dari 15 ruas. Antena pada nyamuk jantan berambut lebat (plumose) dan pada nyamuk betina jarang (pilose). Sayap nyamuk panjang dan langsing mempunyai vena yang permukaannya ditumbuhi sisik-sisik sayap yang letaknya mengikuti vena. Nyamuk mempunyai 3 pasang kaki (heksapoda) yang melekat pada toraks dan tiap kaki terdiri atas 1 ruas femur, 1 ruas tibia, dan 5 ruas tarsus.

BIONOMIK :
Aedes aegypti berkembangbiak di dalam tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum, vas bunga, dan barang bekas yang dapat menampung air hujan di daerah urban dan suburban. Aedes albopictus juga demikian tetapi biasanya lebih banyak terdapat di luar rumah. Nyamuk Aedes aegypti lebih suka mengigit pada dearah terlindung seperti di sekitar rumah. Aktivitas mengigit mencapai puncak pada saat perubahan intensitas cahaya tetapi bisa mengigit sepanjang hari dan tertinggi sebelum matahari terbenam. Jarak terbang pendek yaitu 50-100 meter kecuali terbawa angin. Nyamuk akan istirahat pada tempat-tempat yang gelap dan sejuk apabila sudah menghisap darah, sampai proses penyerapan darah untuk perkembangan telur selesai. Nyamuk akan mencari tempat berair untuk meletakan telurnya, kemudian bertelur dan kemudian nyamuk akan mulai mencari darah lagi untuk siklus bertelur berikutnya.

Related video :

Rabu, 04 Januari 2012

Mengintip Proses Molting pada Serangga. . .

Apa sih MOLTING itu??

Molting atau sebut saja “pergantian kulit” adalah suatu proses yang kompleks dan dikendalikan oleh hormon-hormon tertentu dalam tubuh serangga. Molting meliputi  lapisan kutikula dinding tubuh, lapisan kutikula trakea, foregut, hindgut, dan struktur endoskeleton (McGavin 2001; Triplehorn & Johnson, 2005). Molting dapat terjadi sampai tiga atau empat kali, bahkan pada beberapa serangga tertentu, molting dapat terjadi sampai lima puluh kali atau lebih selama hidupnya (McGavin, 2001).

Mengapa serangga perlu melakukan molting atau pergantian kulit?

Serangga, termasuk arthropoda lainnya (kalajengking, udang, lobster, dan lain-lain), memiliki kerangka luar yang disebut dengan eksoskeleton. Dalam pertumbuhannya, serangga akan tiba pada titik dimana otot-otot tubuhnya tidak cukup kuat untuk mengangkat massa eksoskeletonnya. Exoskeleton ini menutupi sekeliling tubuhnya, tetapi tidak dapat tumbuh. Jadi, tubuh serangga mengalami pertumbuhan (penambahan volume dan massa) tetapi eksoskeletonnya tetap pada konstruksinya atau tidak mengalami pertumbuhan. Akibatnya, serangga harus melakukan molting beberapa kali selama hidupnya agar tetap eksis dan “survive” atau bertahan hidup untuk meneruskan generasinya, suatu bentuk adapatasi yang tidak hanya rumit tetapi juga sungguh luar biasa dan mengagumkan.

Bagaimana proses molting itu terjadi?

Proses molting pada serangga, setidaknya, melewati tiga tahap, yaitu apolysis, ecdysis, dan sklerotinisasi.

1.         Apolysis Pelepasan kutikula lama. Pada tahap ini, hormon molting dilepaskan ke dalam haemolymph dan kutikula lama terpisah dari sel epidermis yang berada di bawahnya. Ukuran epidermis akan meningkat karena mitosis dan kemudian kutikula baru dihasilkan. Enzim yang disekresikan oleh sel epidermis mencerna endokutikula lama.
2.       Ecdysis Pembentukan kutikula baru. Tahap ini dimulai dengan pemisahan kutikula lama, biasanya dimulai pada garis tengah sisi dorsal thoraks. Pemisahan terjadi,terutama, karena tekanan haemolymph yang dipaksa masuk menuju thoraks oleh kontraksi otot abdomen yang disebabkan karena serangga menerima udara atau air. Setelah ini, serangga akan  keluar dari kutikula lama.
3.       Sclerotinisasi Pengerasan kutikula baru. Kutikula baru yang baru terbentuk, sangat lembut dan pucat sehingga ini merupakan saat yang sangat rentan bagi serangga. Dengan demikian, serangga harus melakukan pengerasan (hardening) terhadap kutikula baru tersebut. Sklerotinisasi terjadi setelah satu atau dua jam, dimana eksokutikula akan mengeras dan menjadi gelap. Pada serangga dewasa, sayap akan berkembang karena kekuatan haemolymph yang masuk melalui vena sayap (McGavin, 2001; Triplehorn & Johnson, 2005).
Apa yang berperan dalam molting serangga?

Jawaban yang paling mungkin atau pasti adalah “hormon”. Hormon adalah sinyal kimia (chemical signals) atau pembawa pesan kimia (chemical messenger) yang dikirim dari sel dalam bagian tubuh tertentu ke sel-sel dalam bagian tubuh lainnya pada individu organisme yang sama.
  • Ketika serangga, pada pertumbuhannya, tiba waktunya untuk mendapatkan eksoskeleton yang baru, input sensorik dari tubuh serangga mengaktifkan sel-sel saraf (neurosecretory cells)  tertentu dalam otak. Sel saraf ini menanggapinya dengan mengeluarkan hormon otak yang memicu corpora cardiaca untuk melepaskan prothoracicotropic hormone (PTTH) ke dalam sistem peredaran darah. PTTH selanjutnya merangsang kelenjar prothoracic (prothoracic glands) untuk mengeluarkan hormone molting, yaitu ecdysteroids atau 20-hydroxyecdysone steroids (Meyer, 2005). Dari sinilah proses molting mulai berlangsung, diawali dengan peningkatan titer 20HE dan diakhiri dengan penurunan titer 20HE dan pelepasan hormon eclosion (Klowden, 2007).

Bagaimana pengaturan atau pengendalian hormon dalam molting serangga? 

Molting pada serangga diatur oleh hormone molting, 20-hydroxyecdysone steroids (ecdysterone atau ecdysteroids, selanjutnya disingkat dengan 20HE), JH-sesquiterpenoid, hormon eclosion, dan hormon bursicon (Klowden, 2007).
  • Peningkatan titter 20HE mengakibatkan epidermis terpisah dari kutikula lama (apolysis) sehingga menciptakan ruangan antara kutikula dan epidermis (ruang eksuvial), selanjutnya ruang exuvial diisi oleh cairan molting yang mengandung enzim inaktif, chitinolytic (chitinase dan protease), yang mampu mencerna kutikula lama begitu teraktivasi (Klowden, 2007). Sementara itu, sel-sel epidermis terorganisir kembali untuk sintesis sejumlah besar protein serta sekresi epikutikula dan kutikula baru. Setelah titer 20HE mulai menurun, enzim dalam cairan molting diaktifkan untuk memulai proses pencernaan prokutikula (endokutikula yang tidak tersklerotisasi). Setelah proses ini selesai, cairan molting diserap kembali dan pengerasan pra-ecdysial kutikula baru berlangsung (Reynolds, 1987). Akhirnya, saat titer 20HE menurun ke tingkat basal, kutikula lama terlepas (ecdysis) dengan diawali pelepasan crustacean cardioaktive peptide (CCAP), hormon eclosion, dan ecdysis-triggering hormone, yang bersama-sama bekerja pada sejumlah target didalam memastikan selesainya proses molting (Klowden, 2007). Hormon Eclosion (EH) memulai pelepasan CCAP dari sel-sel ventral ganglion yang menonaktifkan perilaku pre-ecdysis dan bersama-sama dengan EH mengaktifkan perilaku ecdysis. CCAP bertanggung jawab sebagai motor pemicu dalam menyelesaikan ecdysis. EH juga terlibat bersama hormone bursicon untuk pengerasan kutikula (Klowden, 2007).
Apa peranan Hormon Juvenile (JH) dalam Molting Serangga?
Dalam pembahasan tentang pengaturan hormon pada molting serangga, sepertinya tidak disinggung tentang peran hormon Juvenil dalam proses tersebut dan ini pasti membuat anda bertanya-tanya:
“Bagaimana aksi hormon juvenile itu?” Dimana ia diproduksi?” Apa peranannya dalam molting?”

Berikut ini adalah jawabannya:
  • JH dihasilkan oleh Corpora allata, pasangan organ neurohemal lainnya, terletak tepat di belakang corpora cardiac dalam system endokrin serangga. 
  • JH menghambat perkembangan karakteristik dewasa selama fase pradewasa dan mendorong kematangan seksual selama fase dewasa (Meyer, 2005; Klowden, 2007).
  • JH dihasilkan selama instar larva atau nimfa, dimana pada molting larvalarva (serangga holometabola) JH menghambat perkembangan larva menuju pupa, pada molting nimfanimfa (serangga hemimetabola) dihasilkan untuk menghambat gen-gen yang mempromosikan perkembangan karakteristik dewasa, misalnya, sayap, organ reproduksi, dan alat kelamin eksternal, sehingga  menyebabkan serangga untuk tetap "immature" (dalam nimfa atau larva). 
  • Saat menjelang dewasa (nimfa) dan menjelang pupasi (larva) JH semakin menurun dan menjadi tidak ada atau tidak aktif saat nimfa menjadi dewasa dan larva menjadi pupa. 
  • JH akan diaktifkan atau dihasilkan kembali saat serangga memasuki kematangan seksual atau siap untuk reproduksi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam molting, JH berperan sebagai pengontrol perkembangan serangga dari pradewasa (immature) menuju dewasa (adult) melalui pengaturan konsentrasinya yang sesuai.

Penutup
1.         Serangga melakukan molting atau pergantian kulit karena penambahan ukuran atau volume tubuhnya tidak diikuti dengan pembesaran kutikula atau eksoskeleton yang menutupi tubuhnya.
2.       Molting dikendalikan oleh hormon-hormon tertentu dalam tubuh serangga, dan proses ini meliputi penggantian lapisan kutikula dinding tubuh, lapisan kutikula trakea, foregut, hindgut, dan struktur endoskeleton.
3.       Perubahan morfologi dan ultra-struktural yang terjadi pada epidermis selama pertumbuhan dan perkembangan serangga tergantung pada pengaturan ekspresi gen dengan titer yang berbeda dari 20HE dengan ada atau tanpa JH. Setiap gangguan dalam homeostasis terhadap produksi hormon-hormon ini akan mengakibatkan pertumbuhan atau perkembangan yang abnormal pada serangga sasaran. Demikian pula, setiap gangguan pada hormon-hormon yang terlibat dalam sintesis dan/atau resorpsi kutikula akan merugikan kelangsungan hidup pada tahap perkembangan yang terpengaruh.
  
Dikutip dari tulisan  "MOLTING PADA SERANGGA : BAGAIMANA ITU TERJADI?" oleh Yos F. da Lopes Jurusan Manajemen Pertanian Lahan Kering (MPLK) Politeknik Pertanian Negeri Kupang Jl. Adisucipto Penfui P. O. Box. 1152 Kupang 85011 - Nusa Tenggara Timur










Selasa, 03 Januari 2012

Apa aja sih macam- macam jamban itu??


Teknik Pembuangan Faeces dengan Sistem Jamban
Jamban atau kakus merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Pembuatan jamban merupakan usaha manusia untuk memelihara kesehatan dengan membuat lingkungan tempat hidup yang sehat. Dalam pembuatan jamban diusahakan tidak menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain itu, kontruksi yang kokoh dan biaya yang terjangkau perlu dipikirkan dalam membuat jamban.

A.  Metode Pembuangan Kotoran Manusia (Faeces)
1.  Unsewered Areas
Merupakan suatu cara pembuangan tinja yang tidak menggunakan saluran air dan tempat pengelolaan air kotor.
Terdapat beberapa pilihan cara antara lain :
a.    Service Type
Merupakan metode pengumpulan tinja dari ember-ember khusus oleh manusia yang diangkut ke TPA dan diletakkan pada lubang yang dangkal, contoh masyarakat Bantul pada jaman dulu membuang kotoran dengan cara demikian.

b.   Non Service type ( Sanitary Latrines )
Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan :
1)   Bore Hole Latrine
Yaitu membuat lubang dengan dibor kemudian ditutup dengan tanah, berdiameter 30-40 cm kedalaman 4-8 m.
*     Keuntungan :
a)     Tidak memerlukan pembersihan setiap hari untuk                  memindahkan tinja
b)     Lubangnya gelap dan tidak cocok bagi lalat untuk berkembangbiak
c)     Bila lokasinya 15m dari sumber air, tidak akan menimbulkan pencemaran air
*     Kekurangan :
a)     Lubang tersebut cepat penuh karena kapasitasnya kecil
b)     Alat khusus yang digunakan untuk menggali lubang tidak selalu tersedia


2)   Over hung latrine (buang tinja di kolam ikan )


3)   Dug well Latrine
Merupakan pengembangan dari Bore Hole Latrine. Bila lubang telah penuh, lubang baru dapat dibuat lagi.

 

4)   Water seal latrine ( WC leher angsa )
*     Keuntungan :
a)     Memenuhi syarat estetika
b)     Tidak menimbulkan bau
c)     Aman untuk anak-anak
d)     Mencegah kontak dengan lalat 

5)   Bucket Latrine ( pispot )


6)   Trench Latrine ( buang tinja di sungai )


7)   Septik tank
Merupakan cara yang efektif untuk pembuangan tinja rumah tangga yang memiliki air yang mencukupi tetapi tidak memiliki hubungan dengan sistem limbah penyaluran masyarakat.
*     Keuntungan:
a)     Memudahkan proses dekomposisi oleh bakteri
*     Kerugian :
a)     Penggunaan desinfektan/air sabun berlebihan dapat membunuh bakteri dalam septic tank
b)     Endapan lumpur yang menumpuk dapat mengurangi kapasitas septic tank


8)   Aqua privy (Cubluk berair )
Merupakan bangunan kedap air yang diisi air seperti septic tank. Digunakan pada daerah padat penghuni


9)   Chemical Closet
Banyak digunakan dalam sarana transportasi, misal kereta api dan pesawat terbang.Kloset ini berisi cairan desinfaktan seperti soda abu dan KOH
 

c.    Latrines Suitable for camps and temporary use
Dipakai untuk kebutuhan sementara (perkemahan dan pengungsian)

2.  Sewered Areas
Suatu cara pembuangan tinja dan air limbah dari rumah, kawasan industri dan perdagangan dilakukan melalui jaringan bawah tanah.

B.  Persyaratan Jamban Sehat
Suatu jamban disebut sehat jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.     Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut
2.    Tidak mengotori air permukaan dan air tanah di sekitarnya
3.    Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoa, dan binatang lain
4.    Tidak menimbulkan bau
5.    Mudah digunakan dan dipelihara.
Agar syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.     Sebaiknya jamban tersebut tertutup, terlindungi dari panas dan hujan, serangga, binatang dan terlindungi dari pandangan orang (privasi)
2.    Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat atau tempat berpijak yang kuat
3.    Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan dan tidak menimbulkan bau
4.    Jamban harus jauh dari sumur atau sumbar air tanah 15m
Dalam penentuan letak kakus ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu jarak terhadap sumber air dan kakus. Penentuan jarak tergantung pada :
1.     Keadaan daerah datar atau lereng
2.    Keadaan permukaan air tanah dangkal atau dalam
3.    Sifat, macam dan susunan tanah berpori atau padat, pasir, tanah liat atau kapur.